Risma Ingin Diskusi dengan Nadiem Soal SLB Diurus Kemensos



Jakarta, CNN Indonesia —

Menteri Sosial Tri Rismaharini mengusulkan agar pendidikan inklusif atau sekolah luar biasa (SLB) menjadi ranah Kemensos.

Ia mengaku ingin berdiskusi dengan Mendikbudristek Nadiem Makarim dan Menag Yaqut Cholil Qoumas untuk membahas dan menindaklanjuti.

“Terus terang kita juga sempat diskusi, masalah memang di SLB. Sempat kemarin terlontar di saya, saya akan coba diskusi dengan Pak Mendikbudristek juga mungkin Pak Menag, biarlah kami yang menangani untuk SLB,” kata Risma dalam rapat kerja bersama Komisi VIII di Kompleks Parlemen, Kamis (14/9).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Risma mengatakan ada beberapa SLB yang sengaja didirikan di suatu wilayah lantaran daerah itu ditinggali oleh banyak penyandang disabilitas.

Salah seorang kepala sekolah SLB itu bahkan mengaku kepadanya bahwa dia merupakan pesuruh yang kemudian didapuk menjadi kepala sekolah.

Risma menilai banyak permasalahan SLB di daerah karena kurang mendapatkan atensi. Ia juga menilai selama ini pemerintah kurang memberikan penanganan terhadap anak penyandang disabilitas khususnya.

“Karena memang tidak bisa disamakan, mereka punya kebutuhan-kebutuhan khusus yang memang harus kita penuhi haknya,” kata dia.

Dia memiliki harapan untuk mengentaskan kemiskinan di kalangan penyandang disabilitas. Ia mengatakan lewat Program Pahlawan Ekonomi Nusantara (PENA), sejumlah disabilitas berhasil keluar dari daftar penerima bantuan sosial.

Kondisi itu menurutnya terjadi apabila penyandang disabilitas mendapatkan akses pendidikan yang memadai dan juga pekerjaan yang layak.

“Karena itu saya akan coba diskusi nanti, kami, soal penanganan ini. Karena sebetulnya kalau kita tangani benar mereka bisa,” ujar Risma.

Risma menyampaikan itu merespons Anggota Komisi VIII dari Fraksi Demokrat Nanang Samodra yang bertemu seorang wanita di Kabupaten Lombok Utara yang memiliki anak dengan penyandang disabilitas.

Perempuan itu masih usia produktif dan sudah tidak memiliki suami. Di satu sisi, ia harus bekerja mencari uang. Di sisi yang lain, anaknya harus didampingi.

“Anak ini kalau sekolah harus diantar oleh orang tuanya, tidak mungkin dilepas begitu saja dan ditunggu,” kata Nanang.

Perempuan yang dimaksud bekerja serabutan sebagai pembantu dari pedagang cilok di sekitar sekolah anaknya.

Dia juga hanya bisa mengantar anaknya sekolah 2-3 hari dalam seminggu. Pasalnya, dia keberatan jika harus menyewa jasa ojek Rp25-30 ribu sekali jalan setiap hari.

“Barang kali ibu menteri bisa mencarikan solusi, kira-kira hal seperti ini akan seperti apa. Karena tidak hanya satu, tapi banyak saya temui,” ujar Nanang.

(khr/bmw)

[Gambas:Video CNN]


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *