Jan Koum, Keturunan Yahudi Berharta Rp232 T dari WhatsApp



Jakarta, CNN Indonesia —

Anda pasti tak asing dengan WhatsApp, aplikasi perpersanan instan yang memudahkan kita berkomunikasi dan kian dekat di era digital ini.

Dan mungkin, banyak di antara kita yang sekarang ini justru tidak bisa hidup tenang tanpa melihat WhatsApp.

Maklum, dengan aplikasi ini, kita yang hidup jauh di Jakarta ini bisa bercakap dan bertatap muka dengan orang yang nun jauh di seluruh dunia secara daring dan langsung.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Dengan WhatsApp, kita juga bisa berbagi file, foto, video guna memberikan kabar kepada orang-orang tercinta.

Meski WhatsApp penting, tapi tahukah Anda soal Jan Koum. Siapa dia, dan apa hubungannya dengan aplikasi itu?

Jan Koum adalah tokoh penting di balik kelahiran WhatsApp. Dia lahir pada 24 Februari 1976 di Kiev Ukraina.

Meski sukses membantu orang berkomunikasi seperti sekarang ini, jangan dibayangkan Koum merupakan orang kaya di masa kecilnya.

Mengutip berbagai sumber, Koum lahir dari sebuah keluarga Yahudi. Jika menilik dari latar belakang, ia sebenarnya lahir dari keluarga yang boleh dikatakan berkecukupan.

Maklum, ayahnya adalah seorang manajer di perusahaan konstruksi. Namun, posisi Ukraina yang saat itu masih di bawah sistem komunis Uni Soviet mengubah kebahagiaan masa kecilnya.

Latar belakangnya yang berasal dari keturunan Yahudi membuat keluarganya mendapatkan perlakuan tak menyenangkan di negara itu.

“Saya tumbuh dalam masyarakat di mana segala sesuatu tidak menyenangkan. Segala sesuatu yang kita lakukan disadap, direkam dan diadu. Tidak ada seorang pun yang berhak menguping,” katanya seperti dikutip dari leaders.com.

Karena masalah itu, pada usia 16 tahun, Koum, dan ibunya harus pindah ke Mountain View, California AS. Tujuannya satu; demi mendapatkan kehidupan lebih nyaman dan tenteram.

Ia pergi tanpa ayahnya yang bersikeras tetap bertahan di Ukraina. Bantuan sosial pemerintah setempat, meringankan beban hidup Koum dan ibunya.

Dengan bantuan itu, ia bisa ditinggal di apartemen bersubsidi dengan dua kamar tidur. Ia juga bisa mendapatkan kupon makanan untuk mengisi perutnya. Namun, Koum dan ibunya tak mau puas dengan bantuan itu.

Demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik, Koum muda mencari penghasilan dengan bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah toko kelontong. Sementara sang ibu bekerja sebagai seorang pengasuh anak.

Pada saat berusia 18 tahun, Koum memiliki keinginan kuat untuk belajar pemrograman. Tapi, kondisinya yang saat itu kurang begitu beruntung sedikit mengganjal keinginan itu.

Namun, ia tidak berputus asa. Meski mengalami kendala keuangan, ia mencari cara agar keinginannya belajar pemrograman bisa terlaksana. Akhirnya, ia dapat cara termurah untuk belajar pemrograman; membaca buku dan belajar sendiri.

Upaya itu pun bukan tanpa ganjalan. Pasalnya, Koum tak punya cukup uang untuk membeli buku. Untuk menyiasati masalah itu, Koum akhirnya berstrategi; meminjam di toko buku bekas dan mengembalikannya setelah selesai.

Untuk mempraktikkan apa yang ia sudah pelajari, Koum muda kemudian bergabung dengan komunitas peretas elit w00w00. Saat itu, ia mengaku sangat senang belajar tentang jaringan, keamanan, skalabilitas dan hal-hal aneh lain di dunia siber.

Karena keahliannya di bidang siber itu lah, akhirnya Koum berhasil bekerja di Yahoo sebagai teknisi infrastruktur. Di Yahoo inilah, ia bertemu dengan Brian Acton programmer yang saat itu sedang mengalami masa sulit karena investasinya di dot-com hancur.

Acton inilah yang kemudian menjadi temannya mendirikan WhatsApp.

Karena merasa semakin lama bekerja di Yahoo semakin tidak menyenangkan, Koum dan Acton akhirnya pergi dari perusahaan tersebut pada 2007 walau tanpa tujuan jelas.

Mereka kemudian berkeliling Amerika Selatan selama setahun untuk menyegarkan pikiran. Tapi, tidak ada hasil dan ide yang mereka dapat.

Yang ada, tabungan Koum senilai US$400 ribu yang terkumpul selama bekerja di Yahoo terkuras habis. Ia dan Acton sebenarnya sudah berusaha mencari pekerjaan dengan melamar ke Facebook. Tapi, upaya itu gagal.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *