Cerita Musim Hujan yang Terlambat Datang



Jakarta, CNN Indonesia —

Musim hujan tiba lebih lama di Indonesia lantaran faktor fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD). Meski demikian daerah yang lebih dekat ke daratan Benua Asia sudah mendapatkan hujan lebih dulu.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan awal musim hujan umumnya berkaitan erat dengan peralihan angin timuran atau dari arah Australia atau monsoon Australia menjadi angin baratan atau monsoon Asia atau angin yg berasal dari arah benua Asia.

“Jadi akan terjadi pergantian saat ini yang berpengaruh angin dari Australia, gurun Australia, yang saat ini sedang musim dingin dan kering,” ujar dia, dalam konferensi pers daring, Jumat (8/9).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

“Dan insyallah akan segera berganti dengan angin yang berasal dari benua Asia, dan akhirnya apabila angin itu berasal dari benua Asia yang membawa uap-uap air dari Samudera Pasifik di sekitar Asia, maka diharapkan segera memberikan awan-awan hujan dan mendatangkan musim hujan di wilayah kepulauan Indonesia,” urainya.

Lalu kapan Monsoon Asia itu datang?

“Angin baratan (penanda awal mula musim hujan) yang berasal dari Benua Asia diprediksi akan datang lebih lambat dari normalnya,” jawab Dwikorita.

“Jadi awal musim hujan secara umum diprediksi akan terjadi pada bulan November 2023, namun, karena tingginya keragaman iklim di Indonesia, menyebabkan awal musim hujan tidak terjadi secara serentak di seluruh wilayah,” tutur dia.

Wilayah mana yang lebih dulu dapat hujan?

Dwikorita mengatakan beberapa wilayah yang dekat dengan Benua Asia sudah lebih dulu mendapat musim hujan.

“Saat ini beberapa zona musim telah terkonfirmasi sudah mengalami musim hujan, yaitu sebagian besar Aceh, tentunya yg lebih dekat ke Asia, sebagian besar Sumut, sebagian Riau, Sumbar bagian tengah, dan sebagian kecil Kepulauan Riau,” urainya.

Sementara, daerah Indonesia bagian selatan yang lebih dekat ke Australia, termasuk Jawa, mendapat giliran belakangan mendapat musim hujan.

Pasalnya, Dwikorita mengungkap angin timuran yang berasal dari Australia masih bakal aktif hingga November 2023, terutama di Indonesia bagian selatan.

Faktor duet maut

Dwikorita menuturkan fase musim hujan tahun ini terkait dengan kedatangan dua fenomena iklim ‘pengering’ hujan yang datang bersamaan, yakni El Nino dan IOD.

“Keringnya musim kemarau ini sesuai prediksi bulan Februari akibat pengaruh dua-duanya, El Nino dari Samudera Pasifik, IOD positif dari Samudera Hindia, yang saling menguatkan,” tuturnya.

El Nino, yang merupakan ‘gangguan’ iklim di Samudra Pasifik, mulai terdeteksi pada dasarian (10 hari) I Mei 2023 dengan angka +0,27. Anomali ini terus berkembang hingga pada dasarian III Agustus nilainya naik ke +1.50.

Dwikorita memprediksi El Nino akan menjadi netral pada Februari 2024.

Sementara, IOD, anomali iklim di Samudera Hindia kian positif. Per September, angkanya mencapai +1,14. Fenomena ini bakal kian meluruh di akhir 2023.

Dwikorita mengungkap “superposisi” alias keserentakan yang jarang terjadi ini membuat awal musim kemarau di Indonesia terjadi lebih cepat di beberapa daerah.

“Superposisi El Nino dan IOD positif menyebabkan pertumbuhan awan hujan di Indonesia jauh lebih sedikit dari normalnya,” jelasnya.

Sebelumnya, BMKG menyebut dampak El Nino di Indonesia umumnya terasa kuat pada musim kemarau yaitu pada bulan-bulan Juli – Agustus – September – Oktober,” kata BMKG.

Beberapa wilayah yang paling ‘terpanggang’ adalah Sumatera bagian tengah hingga selatan, pulau Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku dan Papua bagian selatan.

[Gambas:Video CNN]

(lom/arh)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *