Lemhannas Yakin Jokowi Tahu Batas Gunakan Info Intelijen



Jakarta, CNN Indonesia —

Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto meyakini Presiden Jokowi mengetahui batasan demokratis untuk menggunakan informasi intelijen soal partai politik di Indonesia.

“Presiden tentunya dalam UU intelijen itu sebagai end user, saya rasa Presiden Jokowi tahu persis batasan demokratis untuk menggunakan data-data intel tersebut,” kata Andi di Kantor Lemhannas, Jakarta Pusat, Senin (18/9).

Ia mengatakan data intelijen tidak boleh digunakan untuk operasi politik. Apalagi, di saat sistem sedang berusaha dikuatkan menuju konsolidasi dan kematangan demokrasi.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Andi menyinggung soal skandal watergate yang menjatuhkan Presiden AS, Nixon.

“Ketika Nixon menggunakan aparat keamanan intelijennya demi kepentingan politik pribadinya, kepentingan politik dari parpolnya, dan saya rasa Presiden Jokowi tahu persis batas-batas demokratik yang harus digarisbawahi pada saat presiden menerima laporan dari intelijen tersebut,” katanya.

Presiden Jokowi sebelumnya mengaku memiliki info lengkap dari intelijen soal situasi dan arah politik partai-partai.

Info itu didapat dari berbagai lembaga intelijen di Indonesia, mulai dari BIN, intelijen Polri dan TNI.

“Saya tahu dalamnya partai seperti apa, saya tahu. Partai-partai seperti apa saya tahu, ingin menuju ke mana saya juga ngerti,” kata Jokowi.

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan pun merespons pernyataan Jokowi. Koalisi menilai Jokowi melakukan penyalahgunaan data intelijen untuk tujuan politik.

Koalisi terdiri dari Imparsial, PBHi, Amnesty International, YLBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Walhi, ICW, HRWG, LBH Masyarakat, dan Setara Institute.

Koalisi menjelaskan pengumpulan data dan informasi yang dilakukan oleh intelijen hanya boleh digunakan untuk kepentingan pengambilan kebijakan, bukan disalahgunakan untuk memata-matai semua aktor politik untuk kepentingan politik pribadi.

Atas dasar itu, koalisi menilai hal itu mengindikasikan adanya pelanggaran terhadap hukum dan UU, yakni UU Intelijen, UU HAM, hingga UU partai politik.

“Dalam negara demokrasi, partai politik bukanlah ancaman keamanan nasional sehingga sulit untuk memahami apa alasan intelijen dikerahkan untuk mencari informasi terkait data, arah perkembangan partai politik,” kata koalisi dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/9).

(yoa/isn)

[Gambas:Video CNN]


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *