Jakarta, CNN Indonesia —
Sebanyak 10 entitas bisnis PT Pertamina (Persero) dinobatkan sebagai pendukung Program Kampung Iklim (ProKlim) 2023 kategori instansi yang diadakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK).
VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso menegaskan bahwa Pertamina selalu mendukung usaha KLHK dalam mencapai target ProKlim melalui desa-desa binaan.
Dukugan itu antara lain berupa pencanangan berbagai program pendukung, serta pemberdayaan masyarakat desa, kampung dan juga dusun untuk menjadi agen perubahan dalam Kampung ProKlim Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Peran Pertamina saat ini tidak hanya terbatas pada penyediaan energi, tetapi juga komitmen dalam menjaga lingkungan demi menciptakan masa depan yang lebih baik, dengan bersama, mengajak masyarakat dalam mengendalikan perubahan iklim secara berkelanjutan, termasuk mendukung target pemerintah mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060,” kata Fadjar.
Adapun ke-10 entitas Pertamina yang mendapatkan apresiasi dari KLHK mencakup Subholding Commercial & Trading, PT Pertamina Patra Niaga yang memperoleh enam penghargaan, masing-masing untuk DPPU Sultan Thaha (Jambi), DPPU Adi Sumarno (Solo), DPPU Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang), Fuel Terminal Maos (Cilacap), Integrated Terminal Panjang (Lampung), dan Integrated Terminal Palembang.
Lalu, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) sebagai Subholding Refining dan Petrochemical meraih dua penghargaan, yakni RU V Balikpapan dan RU III Plaju. Penghargaan juga diraih PT Pertamina EP Donggi Matindok Field dan PT Perta Samtan Gas.
(Foto: Arsip Pertamina)
Fadjar menjelaskan, entitas-entitas Pertamina itu menerima penghargaan karena konsistensi mengajak masyarakat melakukan aksi dan mitigasi ProKlim untuk lingkungan yang lebih baik.
Misalnya, pembinaan yang diadakan di Desa Pulau Semambu, Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir yang memberdayakan masyarakat melalui program Desa Energi Berdikari (DEB). Visinya, mengembangkan pertanian yang ramah lingkungan melalui pemanfaatan energi terbarukan dari sinar matahari.
Pada kegiatan itu, pemanfaatan panel surya, manajemen usaha, dan pemasaran digital kepada masyarakat dilakukan secara terstruktur. Dilengkapi panel surya berkapasitas 6,54 kWp dan teknologi penyimpanan energi baterai lithium sebesar 10 kWh, program ini mampu menghasilkan 8.442 kWh energi per tahun.
“Ini membawa potensi penghematan biaya listrik sekitar Rp13 juta per tahun. Selain itu penerapan energi surya tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga mendukung pertanian yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan mengurangi emisi karbon sebanyak 8.502 kg CO2eq per tahun,” ungkap Fadjar.
Menurut Fadjar, dampak positif dari program ini diperoleh semua pihak yang terlibat. Lebih dari 140 petani merasakan manfaat langsung dari praktik pertanian terpadu yang didukung oleh program DEB.
Selain itu, kehadiran Kelompok Home Industry dengan 10 anggota juga memberi dampak, ditunjukkan dengan peningkatan pendapatan petani sebesar 30 persen dan omzet mencapai Rp1,5 juta per bulan per petani, serta Rp1 juta per bulan per kelompok.
Menteri LHK Siti Nurbaya menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang berupaya mewujudkan ProKlim di daerah masing-masing.
“Penghargaan ini kami berikan untuk menghargai dedikasi para pelaku ProKlim, dan sebuah apresiasi bagi seluruh aktor di lapangan maupun pelaku usaha yang senantiasa memberikan pembinaan dengan baik, aktif berpartisipasi, dan mendukung pelaksanaan Proklim.” ujar Siti Nurbaya.
ProKlim sendiri merupakan bagian dari komitmen dan kontribusi Indonesia terhadap upaya pengendalian perubahan iklim global dalam peran non-party stakeholder, sesuai hasil Pertemuan Para Pihak (Conference of The Parties/COP) ke-26 UNFCCC yang tertuang dalam Glasgow Climate Pact.
Kegiatan utama ProKlim terbagi menjadi dua dimensi. Pertama, dimensi adaptasi yang mencakup pengendalian kekeringan, banjir dan longsor, peningkatan ketahanan pangan, penanganan atau antisipasi kenaikan muka laut, rob, intrusi air laut, abrasi, ablasi atau erosi akibat angin, gelombang tinggi, dan pengendalian penyakit terkait iklim.
Kedua, dimensi mitigasi yang meliputi pengelolaan sampah, limbah padat dan cair, penggunaan energi baru terbarukan dan konservasi energi, budidaya pertanian rendah emisi GRK, peningkatan tutupan vegetasi, serta pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.
(rea/rir)
[Gambas:Video CNN]