Surabaya, CNN Indonesia —
Anggota DPR RI Fraksi PKB, Edward Tannur, berjanji tak akan mengintervensi proses hukum terhadap anaknya, Gregorius Ronald Tannur (31) yang jadi tersangka penganiayaan perempuan berinisial DSA (29) hingga tewas.
“Saya tidak melakukan intervensi, saya sebagai orang beragama, sebagai orang yang taat hukum, saya mau supaya semuanya berjalan sesuai aturan yang berlaku,” kata Edward ditemui di sebuah kafe kawasan Sukomanunggal, Surabaya, Selasa (10/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat memberikan keterangan, Edward mengatakan dirinya belum sempat menjenguk anaknya di tahanan Mapolrestabes Surabaya, ataupun bertemu dengan penyidik kepolisian.
Ia pun telah menyerahkan segala urusan hukum ini kepada tim pengacara yang mendampingi anaknya, pimpinan advokat Lisa Rahmat.
“Sampai hari ini saya sendiri belum bertemu dengan anak saya, pihak penyidik, semua saya tidak bertemu. Saya hanya menyerahkan semuanya kepada kuasa hukum dari Ronald kepada Ibu Lisa Rahmat. Jadi saya percayakan sepenuhnya,” ucapnya.
Edward pun menampik segala tuduhan ataupun dugaan yang berkembang di tengah publik, perihal adanya intervensi dirinya kepada kepolisian.
Dia ingin kasus anaknya ini diusut sampai tuntas. Ia pun meminta Ronald berani mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai prosedur hukum yang berlaku.
“Iya harus diusut tuntas supaya pihak korban merasa puas, kami juga merasa puas, punya tanggung jawab baik di dunia maupun di akhirat, lapang kita berjalan,” ucapnya.
Pasrah dinonaktifkan PKB
Edward pun mengaku pasrah dinonaktifkan PKB dari Komisi IV DPR RI buntut kasus penganiayaan anaknya.
“Kami siap patuh pada keputusan yang diambil oleh partai. Tegurannya sementara saya dinonaktifkan dari komisi, saya siap menerima,” kata Edward, ditemui di sebuah kafe kawasan Sukomanunggal, Surabaya, Selasa (10/10).
Menurut Edward, keputusan PKB yang menonaktifkan dirinya dari Komisi IV DPR RI itu, karena muncul asumsi bahwa ia diduga melakukan intervensi terhadap kasus Ronald. Padahal menurutnya itu sama sekali tak benar.
“Karena ini, karena selalu dikait-kaitan dengan [dugaan] intervensi intervensi intervensi. Saya bilang, ya sudahlah saya terima [dinonaktifkan],” ucapnya.
Edward yang merupakan anggota legislatif dari Nusa Tenggara Timur (NTT) ini juga merasa, ia sudah disandera secara politik, lantaran namanya selalu dikaitkan dengan kasus anaknya ini.
Kendati demikian, Edward mengakui, penonaktifan itu hanya melepas posisinya di Komisi IV. Sementara soal status dan jabatannya, ia masih tetap jadi anggota DPR RI.
“Tapi dari DPR RI nya belum [dinonaktifkan] karena Badan Kehormatan [untuk memecat anggota dewan] ini kan harus ada bukti-bukti adanya keterlibatan saya [melakukan tindak pidana],” kata dia.
Anak kalem berbuat jahat
Edward mengaku kaget anaknya menjadi pelaku penganiayaan perempuan hingga tewas. Menurutnya, Ronald yang ia kenal, adalah sosok anak yang sopan dan kalem. Karena itu dia tak menyangka putranya bisa berbuat kejahatan.
“Itu yang buat saya kaget. Anak pertama saya, anak itu kalem sekali, sopan sekali, selalu melayani orang tua, tapi kok bisa terjadi seperti itu, saya kaget. Apa ini kerasukan setan atau apa,” kata Edward.
Edward sendiri mengaku baru mengetahui kasus anaknya itu setelah dikabari oleh istrinya. Ia mengaku sakit hati, anaknya sampai menghilangkan nyawa orang lain.
“Jadi mamanya kontak, saya hanya kaget saja dan menyesal, sakit hati juga tapi sudah terjadi. Ini bukan kehendak kami, tapi beliau sendiri yang menjalankan,” ucapnya.
Sehari-hari, kata dia, Ronald kerap membantu ibunya. Ia juga menjalankan bisnis jual beli saham. Menurutnya, anaknya itu tak memiliki perilaku atau gelagat aneh apapun.
Soal aktivitas mabuk-mabukan dan meminum minuman keras (miras), Edward menyebut, hal itu merupakan aktivitas biasa bagi anak muda sesusia Ronald.
“Kalau mabuk, saya lihat kalau mungkin ada teman yang ngajak, anak muda ini kan sekali-sekali sudah biasa. Boleh minum tapi jangan sampai kelewatan, begitulah saya sering menasihati, jadi hati-hati,” ujar dia.
Ronald juga tak pernah cerita kepada keluarganya, bahwa dia memiliki kekasih bernama DSA, yang merupakan perempuan asal Sukabumi, Jawa Barat.
Edward pun menyampaikan permohonan maaf dan belasungkawa atas meninggalnya DSA. Ia ingin anaknya mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dia juga berjanji tak akan mengintervensi proses hukum ini.
Gregorius Ronald Tannur ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan seorang perempuan berinisial DSA.
Ronald disebut menendang, memukul kepala korban dengan botol minuman keras, hingga melindas sebagian tubuh korban menggunakan mobilnya.
Anak pertama Edward Tannur itu pun dijerat Pasal 351 ayat 3 dan atau Pasal 359 KUHP, tentang penganiayaan dan kelalaian, dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara.
(frd/pmg)
[Gambas:Video CNN]